Translate

Minggu, Juni 20, 2010

Kisah Indonesia di Piala Dunia 01


DI tengah lapangan hijau itu, Tan “Bing” Mo Heng berdiri gagah. Matanya menatap lurus ke depan, dan di kirinya berjajar rekannya satu tim. Dia, dan rekan-rekannya, tampak begitu khidmat. Tampak ada semangat siap meledak. Mo Heng, kiper asal Soerabajasche Voetbal Bond (SVB) itu, adalah salah satu pemain tim “Indonesia” di Piala Dunia 1938, di Prancis.
Sore itu, 5 Juni 1938, Hindia Belanda akan melawan Hongaria. Sebelum pertandingan dibuka, Mo Heng dan rekan-rekannya berbaris di tengah lapangan itu, di bawah tatapan 10.000 penonton di Velodrome Municipal, Reims. Kota itu sekitar 129 kilometer dari Paris. Para wartawan dari 27 negara hadir di sana. Ini pertama sekali Asia melaju ke Piala Dunia.
Pada selembar foto, yang menjadi jendela kita melongok masa itu, Mo Heng tampak memegang boneka di tangan kirinya. Tak jelas benar apa jenis boneka itu. Sekilas mirip boneka Teletubbies dari film serial anak asal Inggris yang kondang itu. Kelak, kita mengerti boneka ini rupanya bagian dari suatu “ritual”. Mo Heng menggantungnya di jala gawang sebagai jimat.
Menjelang pluit ditiup, lagu kebangsaan kedua negara terdengar. Tentu, tak ada lagu Indonesia Raya, karena kesebelasan itu di bawah Hindia Belanda. Meski sebagian pemain adalah pribumi dan Tionghoa, mereka bergabung pada klub milik perusahaan Belanda di Surabaya. Lagu kebangsaan Belanda “Het Wilhelmus” pun bergema.
Seperti ditulis RN Bayu Aji di bukunya “Tionghoa Surabaya dalam Sepak Bola” (2010) yang diterbitkan Ombak, Yogyakarta, Surabaya adalah tempat paling dinamis bagi sepak bola Hindia Belanda.
Mereka yang ikut tim Piala Dunia memang para jagoan kulit bundar di Surabaya, misalnya, Sutan Anwar dari SVB, Achmad Nawir (HBS), “Henk” Zommer (Hercules), Jack Samuels (Exelcior), Isaak Pattiwael, Tan See Han (Gie Hoo Surabaya) dan lain-lain. Mereka gabungan pribumi, Belanda, dan Tionghoa.
Cerita Mo Heng dan rekan-rekannya itu bisa maju ke Piala Dunia juga menarik.
FIFA.com